Aku bangun pagi seperti kebiasaanku, meski hari ini adalah hari
liburku. Putri kecilku, Rima pun demikian. la juga terbiasa bangun lebih
cepat.
Aku saat itu sedang duduk di depan mejaku sibuk dengan buku-buku dan lembar-lembar kertasku.
“Mama, apa yang engkau tulis?” tanya Rima.
“Aku menuliskan sepucuk Surat kepada Allah,” jawabku.
“Apakah Mama mengizinkan aku untuk membacanya??” tanya Rima lagi.
“Tidak, Sayangku. Surat-suratku ini sangat khusus dan aku tidak mau seorang pun membacanya,”jawabku.
Rima pun keluar dari ruang kerjaku dengan hati yang sedih. Namun ia
telah terbiasa dengan itu semua. Aku memang selalu menolaknya.