Jam menunjukkan pukul 23.00. Tapi mata belum juga bisa terpejamkan.
Setelah menyaksikan adegan istimewa yang disuguhkan Allah Swt di dinding
kamar saya, bagaimana upaya seekor cicak menyambut rizkinya. Tiba-tiba
tanpa sengaja pikiran saya melayang jauh ke masa lampau. Waktu itu
bertepatan dengan hari ke sebelas bulan ramadhan.
Sosok ibu kami, pada masanya, beliau tidak pernah merasakan bagaimana
menjadi seorang murid. Beliau tidak pernah sekolah. Walaupun hanya
setingkat sekolah dasar. Tetapi cara-cara beliau mendidik dan memberi
pelajaran kepada kami, sungguh sangat mengesankan dan membuat kami
selalu kagum pada beliau. Diantara sekian banyak pelajaran kehidupan
yang kami terima, ada satu hal yang terus saya ingat, apabila pikiran
terbayang pada beliau.
Pada sore hari yang cerah, saya mau mengambil buah jambu yang ada di
halaman rumah kami. Buah jambu itu tampak sudah matang dan begitu
menggairahkan. Perlu diketahui bahwa pohon jambu yang kami tanam di
depan rumah kami adalah buah ‘jambu jepang’, istilah orang kampung.
Pohon itu sangat langka pada saat itu.
Di kampung tempat kami tinggal hanya ada satu pohon itu saja.
Sehingga semua orang yang melihatnya kepingin sekali merasakan bagaimana
rasa buah `jambu jepang’ tersebut. Pohon itu kalau berbuah juga tidak
terlalu banyak. Kadang-kadang satu pohon hanya ada satu atau dua buah
saja yang masak. Perlu diketahui pula bahwa buahnya sangat kecil hanya
sebesar buah kelengkeng saja. Tetapi baunya harum dan rasanya manis.
Pada hari itu, buah jambu yang masak ada dua buah. Ketika sore itu
saya mau mengambil buah yang sudah ranum, ibu melarangnya. Sehingga saya
agak kecewa karenanya.
Kata saya : ‘..Mengapa bu, saya tidak boleh mengambil buah tersebut?
Kan itu milik kita. Kalau tidak cepat diambil nanti kan membusuk?”
Jawab ibu : “Nak, kita kan sudah pernah makan buah tersebut. Walaupun
dengan menunggu dalam waktu yang cukup lama. Dan memang kadang-kadang
kita hanya bisa makan satu atau dua buah saja yang sedang masak. Tetapi
tetangga depan rumah kita itu, belum pernah mencicipinya. Kemarin ibu
lihat anaknya pingin sekali mengambil jambu itu. Karena itu janganlah
diambil. Berikan buah jambu itu kepada mereka. Agar hatinya senang…
Kembali mata saya berkaca-kaca, mengingat peristiwa sederhana itu.
Sebuah peristiwa yang mungkin setiap orang akan pernah menjumpainya
dalam keluarganya masing-masing. Atau dalam lingkungan lainnya, dengan
model yang berbeda.
“Dahulukanlah orang lain… ! Begitulah kira-kira inti pelajaran
istimewa yang saya terima dari beliau Mengenang peristiwa itu, saya jadi
teringat sebuah riwayat yang menceritakan tentang seorang sahabat yang
oleh rasulullah disuruh menjamu tamunya. Ceritanya, di rumah sahabat
tersebut tidak terdapat sesuatu makanan, kecuali makanan milik anaknya.
Karena sang pemilik rumah ingin lebih mengutamakan tamunya dari pada
keluarganya, ia memberikan makanan milik anaknya tersebut kepada tamunya
dengan cara yang sangat luar biasa.
Yaitu ketika waktu makan bersama tamunya, sang pemilik rumah
pura-pura makan juga, padahal piringnya kosong. Mengapa pura-pura?
Supaya sang tamu tidak mengetahui kalau pemilik rumah sebenarnya tidak
ikut makan. Untuk maksud itu, maka lampu di dalam rumahnya dipadamkan.
Pura-pura kehabisan minyak. Setelah suasana menjadi gelap, maka mereka
‘makan’ bersama-sama. Sang tamu makan sungguhan, sang pemilik rumah
makan pura-pura, padahal perutnya sangatlah laparnya.
Peristiwa itu begitu luar biasanya, sehingga turunlah ayat Al-Qur’an
surat Al-Hasyr (59) : 9, sebagai penghargaan terhadap peristiwa
tersebut.
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang
yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang
Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri
mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan
itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung.
Kalaulah sampai Allah Swt, menurunkan sebuah ayat lantaran peristiwa
tersebut, sungguh betapa hebatnya kejadian itu sehingga perlu diabadikan
dalam kitab suci akhir zaman ini. Agar bisa dicontoh dan diteladani
oleh umat manusia.
Demikian pula banyak pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh
Rasulullah saw, agar kita selalu berbuat baik kepada orang lain, serta
memiliki sifat murah hati terhadap orang lain.
Anas bin Malik ra, berkata, bahwa rasulullah saw itu, tidak pernah
diminta kecuali selalu memberi. Pernah datang seorang lelaki kepada
Rasulullah untuk meminta, maka beliau memberikan kambing-kambing yang
banyak yang berada diantara dua gunung, kambing sadaqah. Maka lelaki itu
pulang dan ia berkata kepada kaumnya…
Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian semua! Sesungguhnya Muhammad itu
amat pemurah. Ia memberi dengan pemberian yang sangat banyak, tidak
pernah takut melarat…
***
Dari Sahabat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mengatakan